Sunday 23 September 2018

SOLO TRAVELING SOLO : DARI MUSEUM SAMPAI MEMBATIK DI LAWEYAN

Haloo semuanya…
Lama sekali saya absen menulis yah hehe…
Tak apalah, alhamdulillah sekarang keinginan menulis muncul kembali :p

Kali ini saya ingin melanjutkan postingan tentang solo traveling yang sebenarnya sudah saya lakukan waktu akhir Juni kemarin, widiihh lama yak? Tepatnya waktu masih libur kenaikan kelas atau libur setelah lebaran Idul Fitri.

Perjalanan saya kali ini adalah menjejak kota Solo atau nama resminya adalah Surakarta. Kota kecil nan penuh pesona dengan slogan Spirit of Java ini mampu sekali membuat saya jatuh cinta. 

Saya benar-benar jatuh cinta dengan kota ini, sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata karena saat saya disana saya menemui banyak hal yang sangat-sangat menyenangkan, sekaligus penuh arti.

Oke langsung saja simak kalau mau tahu lebih lanjut.


Perjalanan saya mulai dari kota Tegal, menggunakan kereta Kaligung yang berangkat pukul 05.00 kemudian sampai di Semarang pukul 07.00.

Waktu itu saya kehabisan tiket kereta Kalijaga yang akan membawa saya ke Solo dengan biaya sebesar Rp 10.000 saja karena tiket Kalijaga tidak bisa dibeli secara online.

Walhasil saya akhirnya harus menggunakan transportasi bus.

Sebagai pesolo traveling, jangan mudah panik jika rencana tidak sesuai dengan kenyataan.
Saya menunggu bus di depan stasiun Semarang Poncol, bus tersebut adalah bus jurusan Salatiga.

Begitu naik, saya langsung duduk di belakang dan bertanya pada laki-laki di samping saya dimana saya harus turun kalau akan menuju Solo. Dia menjawab bisa turun dimana saja pokoknya setelah keluar jalan tol.

Tapi pak kernet menyarankan saya untuk turun di terminal Tingkir Salatiga saja, okelah saya nurut pak kernet. Biaya Semarang – Salatiga sebesar Rp 15.000 harus saya bayar.

Baru kali ini saya merasa senang dengan kenyataan kehabisan tiket kereta, saya seneng banget saat naik bus ini karena bisa mengobrol dengan orang-orang di dalam bus yang silih berganti naik turun, juga bisa melihat kota-kota yang saya lewati, pak kernet juga memberikan tur gratis tentang keadaan kota Semarang dan Salatiga. Semua orang yang saya temui baik semua… Alhamdulillah…

Sampai di terminal Tingkir Salatiga saya lanjutkan dengan naik bus jurusan Solo, biaya nya juga sebesar Rp 15.000.

Bus tersebut berhenti di pemberhentian akhir yaitu terminal Tirtonadi yang ternyata lokasinya sangat dekat dengan hotel tempat saya menginap.

Karena saya tidak tahu seberapa dekat terminal dengan hotel, saya pun memesan Gojek, daaan ternyataa saya cuma melewati 1 tikungan, tadi-tadi jalan kaki saja hee…

Jam 12.00 tepat saya sampai di hotel, saya menginap di Front One Cabin yang terletak di Jl. Setia Budi Solo. 

Hotel tersebut adalah hotel imut dengan fasilitas lengkap. Kamar keciiiilll sempit dengan TV flat 42 inchi, single bed standar hotel, wastafel, shower dengan air panas, toilet, handuk, sarapan snack (khusus hari Minggu sarapan nasi), dan wifi kencang gratis.

Karena kamar yang sangat sempit, kalian harus sholat di mushola yang ada di setiap lantai.

Saya makan siang di warung dekat hotel, lumayan enak, cocok dengan lidah saya.
Dan perjalanan solo traveling di kota Solo saya mulai dengan mengunjungi Museum Pers Nasional.




Museum dengan arsitektur unik yang berlokasi di Jl. Gajah Mada No. 59 itu mempunyai koleksi surat kabar dari jaman baheula, alat-alat komunikasi, kamera, dan bukti sejarah mengenai pers lainnya.






Tempat ini buka dari hari Senin-Jum'at 08.00 WIB hingga 16.00 WIB, sedangkan hari Sabtu dan Minggu pukul 09:00 WIB hingga 16:00 WIB

Museum ini diresmikan oleh presiden Soeharto pada tanggal 7 Februari 1978.

Tempat ini akan lebih asik dikunjungi jika ada pameran foto, dan pameran-pameran lain.
Sebagian besar pengunjungnya adalah orang yang ingin mendapatkan sumber catatan dan data, mereka akan memanfaatkan fasilitas perpustakaan disana.

Oleh karena saat itu tidak ada pemandu, jadi saya agak kebingungan untuk mengeksplore tempat itu, naik turun tangga dan salah memasuki ruangan-ruangan yang terdapat banyak disitu hehe…


Saya juga melihat koleksi di ruangan yang berisi penggambaran pemancar radio SRV RRI “kambing” dimana pada tahun 1936 berlangsung siaran langsung jarak jauh SOLO – DEN HAAG saat gusti Nurul putri Mangkunegara VII menari di Den Haag dan diiringi gending Jawa dari Solo.  
                                 
Setelah puas mengelilingi museum Pers, badan sudah mulai terasa tidak enak tanda saya bakal demam, mungkin karena tadi tidak sarapan. Saya pun membeli Antangin dan tetap melanjutkan perjalanan menuju kampung batik Laweyan.


Sebelumnya saya membuat reservasi untuk kursus membatik singkat dengan menelepon owner Batik Mahkota Laweyan Bapak Alpha Fabela Priyatmono (sebelumnya saya juga gak tahu kalau itu ownernya langsung haha…)

Dan ternyata beliau adalah inspirasi saya menulis postingan Mau Kemana Setelah Lulus SMK/SMA

Begitu sampai saya langsung disambut ramah oleh staff Batik Mahkota, saat itu sepi sekali, tidak ada pengunjung selain saya.

Kemudian saya kursus membatik singkat dengan menerima pola batik berupa burung yang bertengger di dahan pohon.


Kalau saya tidak datang sesore itu (pukul 14.30 an) saya akan bisa menggambar pola batik sendiri, oleh karena sudah agak sore akhirnya saya hanya tinggal membatik dan mewarnai saja.

Bapak pemandu bilang bahwa saya seperti sudah mahir membatik hehe… Sudah 2 kali ini saya membatik, dan memang saat itu tangan saya tidak sekaku waktu pertama membatik di Trusmi Cirebon.

 Polanya juga tidak terlalu rumit jadi yaaa lumayan tidak belepotan hii…

Sambil membatik saya ngobrol tentang macam-macam hal tentang batik Laweyan.

Selesai dibatik, kain itu saya warnai, kemudian saya diajak ke bagian belakang untuk …. untuk apa ya kok lupa wkkk… Pokoknya ada proses sebelum dilorod. Setelah itu kain dilorod untuk menghilangkan malam, dan terakhir dijemur di genteng tetangga karena mencari tempat yang masih ada sinar mataharinya :D

Sembari menunggu kain kering, bapak pemandu menjelaskan sejarah kampung batik Laweyan dan sejarah Batik Mahkota, melihat wayang beber yang menggambarkan proses pembatikan, melihat tempat membuat pola batik yang terdiri dari meja kaca dengan lampu neon di bawahnya. 




Semua pengunjung akan diberikan fasilitas tersebut karena hal itu sudah menjadi SOP perusahaan. Padahal mah saya sudah hampir tumbang karena demam, tapi demi mendengar penjelasan itu saya sabarkan diri dengan meminum Antangin lagi.

Tempat itu sangat bersahaja, jauh dari kesan mewah, padahal karya mereka tidak bisa dibilang remeh, hanya Mahkota Laweyan yang mempunyai sertifikat SNI, mempunyai pola batik paten tertentu dengan harga yang wow… Kalian akan merasa nyaman disitu, seperti berada di rumah nenek hii…


Biaya kursus membatik singkat adalah sebesar Rp 50.000.
Terdapat juga paket kursus lain sampai tingkat mahir, dan menerima peminat dari seluruh dunia.

Driver Grab datang sayapun balik ke hotel dengan kondisi yang semakin tidak karuan.
Saya langsung makan Pop Mie panas, minum teh panas, makan bekal dari ibu saya yaitu jahe + garam untuk pereda masuk angin, kurang puas saya pun minum Ultraflu. Hadeehh…
Pokoknya saya buat biar cepat sembuh karena besok harus melakukan perjalanan lain.

Sekian dulu untuk postingan pertama tentang solo traveling di Solo, lanjut hari kedua disini yuk…

BACA JUGA : SOLO TRAVELING WISATA MUSEUM DAN KULINER SOLO


Tags : traveling sendirian, solo traveling Solo, museum Pers Nasional Solo, Mahkota Batik Laweyan, wisata membatik di kampung batik Laweyan Solo, tips solo traveling, hotel murah Front One Cabin Solo



No comments:

Post a Comment