Sunday, 23 September 2018

SOLO TRAVELING SOLO : WISATA MUSEUM DAN WISATA KULINER SOLO

Hari kedua saya di Solo adalah hari Minggu tanggal 1 Juli 2018.

Pagi-pagi saya sudah keluar dari hotel demi sarapan di stadion Manahan karena saat itu CFD masih tutup sehabis Lebaran. Padahal saya sudah sarapan nasi goreng di hotel haha…

Naik ojol menuju Manahan, udara pagi kota Solo segeeerrrr bangeettt sumpah, saya buka kaca helm dan menghirup udara kuat-kuat, duuhh nyaman sekali pagi di kota Solo.

Jadi ingat vlog Ria SW yang di Solo deh, dia juga bilang kalau pagi di Solo itu menyenangkan sekali.

Sampai di Manahan, saya makan cabuk rambak di Yu Temu yang terletak di sebelah barat pintu masuk utara stadion.


Stadion Manahan yang nantinya bakal direnovasi besar-besaran itu adalah salah satu spot warga Solo menikmati hari Minggu mereka, mereka bisa berolahraga, jalan-jalan, sarapan, naik kereta wisata, dll.

Setelah menikmati cabuk rambak yang ternyata adalah ketupat dioles bumbu kacang dengan kerupuk nasi, saya pun berjalan masuk ke dalam stadion.

Tapi setelah masuk malah saya bingung mau ngapain, karena saat itu rameee banget, dan gaje banget lah planga plongo sendirian, akhirnya saya keluar dan naik ojol menuju jalan Slamet Riyadi.

Berjalan-jalan di sepanjang pedestrian yang sangat lebar itu sangat menyenangkan, saya sampai di Taman Sriwedari, duduk-duduk di depan tulisan “I Love SOLO”, minum teh tarik, melihat-lihat perpustakaan jalanan, dan duduk mendengarkan musik di depan museum Radya Pustaka.




Pukul 09.10 saya masuk ke museum Radya Pustaka, mengisi buku tamu, dan meminta jasa pemandu, museum tersebut adalah museum gratis, untuk pemandu kita tinggal kasih tip.


Jam buka museum ini adalah mulai jam 09.00 – 16.00 dan libur tiap Senin.

Saya dipandu oleh mbak sapa lupa hehe… Kami berkeliling, di bagian depan terdapat hadiah dari Napoleon Bonaparte untuk raja Paku Buwana IV, tempayan-tempayan kuno, musket, miniature meriam (yang jadi momok di novel Arus Balik karya Pramoedya A.T), piring porselen, patung, arca Wisnu, berbagai macam keris, tombak, dan ada patung Wilkens di depan ruang perpustakaan.


Kemudian saya diajak masuk ke ruang perpustakaan yang berisi koleksi buku kuno, serat-serat kuno, dan peninggalan versi tulisan lain yang masih terjaga kondisinya. Disitu terdapat dokumen serat Kalatida karya Ranggawarsita, sang pujangga akhir.


Saat itu saya belum begitu paham tentang dokumen-dokumen kuno, serat, lontar, dll…. Coba kalau saya sekarang kesana lagi, pasti pertanyaan saya bakal meluncur seperti tembakan peluru saking penasarannya saya akan peninggalan sejarah versi tulisan-tulisan itu.

Disitu kita juga bisa meminta jasa pemilihan hari baik menurut hitungan Jawa kepada Pak Toto. Jika ingin mengetahui hari baik saat akan menikah, membuka usaha, pindah rumah, dll, kalian bisa datang langsung ke bagian perpustakaan.

Lanjut saya menuju bagian tengah museum, saat itu saya berhasil terkejut sampai agak berteriak saat diperlihatkan prasasti asli dari prasasti Mantyasih dari tahun 907 M!! Gila!

Prasasti Mantyasih

Prasasti dari jaman Mataram kuno saat Rakai Watukura Dyah Balitung menjadi raja itu terbuat dari tembaga dan berukuran kecil, aduh saya sangat terpesona, gimana kalau saya melihat prasasti Canggal di Museum Nasional ya? Bisa teriak lebih keras lagi hehe…

Tour museum lanjut ke bagian belakang yang terdapat wayang, miniature makam Raja Mataram di Imogiri, miniature menara keraton Solo, canthik atau hiasan kapal Rajamala, dll.

Terakhir saya ke bagian bawah dimana terdapat berbagai peninggalan dari bebatuan yang kebanyakan berupa arca, termasuk arca yang pernah dicuri beberapa tahun lalu.
Biarin lah miring-miring :D

Kesan saya terhadap museum Radya Pustaka adalah menyenangkan!

Jejak sejarah bangsa ini semakin tergambar nyata di setiap peninggalannya, kebesaran masa lampau dimana peradaban bangsa kita sudah sangat maju mampu menelurkan rasa bangga, so kita sebagai generasi penerus tidak patutlah jika kita merusaknya dengan kemunduran budaya, kemunduran pola pikir, otak-otak micin, jiwa lemah, dan keinginan serba instant.

Setelah 2 jam yang terasa sangat cepat saya pun harus mengucap perpisahan dengan mbak pemandu yang sangat baik dan komunikatif itu, dia berseru kepada saya “Semoga betah di Solo ya Mbak!”

Dengan mantap saya jawab “Sudah betah Mbak!” hehe…

Kemudian saya berjalan kaki menuju museum batik Danar Hadi atau House of Danar Hadi yang hanya berjarak beberapa meter saja dari Radya Pustaka.

Kesan megah dan mewah langsung menyapaku, bangunan mewah dengan halaman depan yang sangat luas, bagian-bagian rumah dengan arsitektur perpaduan Jawa dan Eropa (sok ngerti banget haha…), tempat ini indah!


Pintu masuk museum ada di bangunan sebelah ujung kanan, tiket masuk sebesar Rp 35.000 saya bayar sudah termasuk jasa pemandu.

Saat itu tidak ada pengunjung lain selain saya jadi suasana sepi dan kami berdua bisa melewati setiap ruangan dengan santai tanpa terganggu.

Ada banyak sekali ruangan disitu, semuanya indah, tertata sangat rapi, dengan koleksi batik yang lumayan bikin kita bingung saking banyaknya.

Di bagian awal kita akan diperlihatkan batik khas Solo yang sering disebut batik sogan.
Perbedaan batik Solo dan Jogja.
Batik-batik dari beberapa daerah di Indonesia.
Batik Eropa, batik China, dll banyaaaak sekali.

Sayang kita sama sekali tidak boleh memegang kain-kain batik itu dan tidak boleh mengambil foto jadi memory saat d tempat itu hanya terekam dalam ingatan.

Pokoknya kalau kalian kesana, kalian bakal terpana dengan betapa indahnya budaya yang kita sebut batik. Semakin bangga dengan Indonesia deh!


Tour selesai dan saya tidak berniat untuk membeli souvenir karena pastinya harga nya mahal-mahal haha…

Sayapun langsung keluar museum, dan duduk-duduk istirahat di bangunan sebelah kiri, saat itu saya malas sekali untuk berfoto padahal setiap sudut tempat itu penuh dengan spot foto oke. Saya capeekkk berdiri selama 3 jam lebih bro….

Tengah hari, perut lapar, akhirnya saya pesan ojol untuk makan siang di rumah makan Soto Triwindu. Saya tahu tempat itu dari review di internet, katanya sotonya enak banget.
Muter-muter akhirnya ketemu juga karena ternyata lokasi RM itu ada di sebuah gang kecil.

Jika kalian ingin makan disini, masuk saja dari Pasar Triwindu karena RM ini terletak di belakang pasar.

Pesan soto daging dengan es teh, tambah tahu goreng.


Benar saja, suap demi suap, semakin lama soto itu terasa semaaakin enaak! Kuahnya segar, lite, cocok sekali di lidah saya. Pak Jokowi juga pernah makan disitu loh, fotonya terpampang nyata di dinding saat beliau singgah.
Disitu saya numpang ngecas HP, dan ibu pemilik menjaga HP saya karena saya harus menuju masjid di dekat rumah makan untuk salat Dhuhur.

Setelah dirasa baterai HP cukup terisi, saya lanjutkan perjalanan ke Pasar Triwindu yang berjarak dekat sekali dengan rumah makan.


Pasar Triwindu adalah pasar yang menjual berbagai macam koleksi benda antic, terdapat uang kuno, radio, TV, hiasan dinding, topeng, gagang pintu, setrika, motor, banyaaak sekali. Ada yang asli ada pula yang replica.

Lagi-lagi saya tidak membeli apa-apa hehe…

Trip list hari itu adalah saya akan pergi ke museum purbakala Sangiran tapi ternyata biaya menuju kesana dengan ojol lumayan mahal karena lokasi yang jauh ditambah hari yang sudah memasuki sore, lagian saya juga sudah pernah kesana sebelumnya menjadikan saya membatalkan rencana itu.
Akhirnya saya pergi ke alun-alun utara keraton Solo untuk membeli buku.

Saya membeli 3 buah buku, 2 novel karya Pramoedya A.T dan sebuah buku tentang nilai-nilai pewayangan.


Berjalan-jalan di pasar Klewer, istirahat di Masjid Agung Keraton Solo, dan naik becak keliling area keraton sekedar menghabiskan waktu.


Kemudian saya balik ke hotel.

Front One Cabin hotel yang nyaman dan murah

Malamnya saya makan malam di wisata kuliner Galabo, aslinya saya ingin ke Ngarsopuro Night Market tapi ternyata malam Senin tutup hm…


Di Galabo yang sekarang memiliki tampilan baru, tidak lagi berlokasi di jalan depan PGS, saya makan 2 menu sekaligus, sudah mirip kayak Ria SW deh, begitu habis 1 menu langsung lanjut menu berikutnya hehe…

Saya makan sate kere campur (berbagai macam jeroan) tanpa tempe gambus dengan lontong. Rasanya gimana? Enaakkk…. Tapi harganya tidak kere alias rada mahal hii… Mungkin di tempat lain lebih murah kali yaa…


Lanjut menu kedua yaitu nasi liwet. Sumpah nasi ini bikin saya melotot saat suapan pertama saking enaknya!


Kalau saat itu saya jadi presenter acara kuliner pasti sudah mirip kayak Lolita di Detektif Rasa yang gayanya agak lebay itu, merem-merem sambil bergumam hmm hmm…. Hahaha… Enaaak bangeett!!

Padahal nasi liwet itu cuma pakai lauk suwiran daging ayam dan sayur labu saja loh… Saya tidak pakai tambahan lauk lain karena sudah sangat kenyang.

Dari sejak sarapan di dekat hotel, sarapan di Manahan, makan soto, makan malam di Galabo, semua enaakkk, kuliner Solo benar-benar maknyuuss!

Perut kenyang saya pun balik hotel dengan hati gembira. Laluuu lanjut postingan hari ketiga di Solo yaaa…. See you :*




Tags : sate kere Solo, wisata kuliner Galabo, jam buka museum Radya Pustaka, Wisata Kuliner Solo, Soto Triwindu, Solo Traveling untuk perempuan

No comments:

Post a Comment