Stigmatized dari The Calling meraung dalam. Aku terbuai. Dalam dan dalam….
Terpejam mataku sejenak, terlintas kenangan itu.
Kau sedang serius memegang mouse, aku panggil kau malah tambah asik memainkan mouse itu.
“Mas!”, panggilku agak keras. Akhirnya kau menoleh. Ya Tuhan! Makhluk apa ini? Bentuk mukanya keras, kulit putih bersih tanpa jerawat ataupun bekasnya, mata tajam dengan tatapan dalam memandangku dengan tanya.
“Kenapa mbak?”. Suara itu! Hahaha… Hatiku bernyanyi mendengarnya. Menusuk hatiku dalam…! Lembut dan berwibawa. Ya ampun, aku bisa pingsan karenanya.
“Berapa?” akhirnya mulutku terbuka.
“Rp 7.000”. Jawabnya sambil melihat layar monitor. Kuraba-raba isi tasku mencari dompet sambil mata ini tak lepas memperhatikannya. Aku baru tersadar kalau mulutku ternyata terbuka setelah ada lalat dengan kurang ajarnya mampir menempel di bibir bawahku. Asem!
Aku berikan uang pecahan Rp 10.000 dan dia memberikan kembalian dengan mengucapkan terima kasih. Kata terakhir yang kudengar saat itu dari mulutnya.
Hari berikutnya hampir tiap hari aku datang ke warnet itu sepulang sekolah, sengaja aku datang sendiri agar tidak ada yang mengganggu kepuasanku menikmati salah satu ciptaan Tuhan yang satu ini. Dia mulai jaga warnet pukul 3 sore. Aku selalu datang jam dua, dan pulang saat dia sudah bertugas. Aku akan bolak balik membeli minuman atau makanan yang tersedia disitu agar aku bisa berinteraksi dengannya berkali-kali. Agar dia juga memperhatikan aku sebagai pelanggannya yang setia datang tiap hari.