Wednesday 5 February 2014

Air, Udara, dan Satu Hal Lain



Kalian tahu kalau sekarang sedang musim apa? Betul sekali, musim banjir... 
Banjir gak cuma di Jakarta, bahkan di Indramayu pun banjir melanda puluhan kecamatan.
Miris melihat keadaan korban banjir yang sampai mengemis di jalan Pantura. 

Beruntung sekali aku tidak merasakan banjir sampai masuk ke dalam rumah. Rumahku aman terkendali. 

Tapi..., aku tidak akan menulis tentang banjir dan saran-saran klise yang mengatakan jangan buang sampah sembarangan, kali ini aku ingin menulis tentang air, udara, dan satu hal lainnya. 

Kalian bisa baca tulisanku tentang air disini.


Air adalah sumber kehidupan makhluk hidup. Tanpanya manusia tidak akan hidup. Fungsi air hanya bisa terkalahkan oleh udara. 

Aku pernah menulis sebuah puisi tentang udara, bunyinya seperti ini : 

‘Aku adalah udara, udara yang keluar dari nafas seseorang.
Aku tahu sekali materi apa saja yang terkandung dalam setiap hembusan nafasnya. Kadang lelah dia hembuskan.
Tapi tak jarang pula rasa syukur yang muncul.
Tapi aku heran dengan suatu kenyataan.
Ada satu materi yang selalu muncul dalam setiap nafasnya.
Materi itu seperti bisa aku baca.
Aku iri padanya, ingin bisa seperti materi itu.
Penuh makna dan selalu membuatnya tersenyum.
Materi itu terbaca, (nama seseorang yang amat kusayangi waktu itu...)’

Ternyata dalam suatu waktu, manusia bisa membutuhkan satu hal yang lebih dibutuhkan daripada udara dan air. 

Bahkan sang udara pun iri, seakan manusia tidak bisa hidup tanpa hal tersebut.

Konyol memang, karena jelas-jelas tanpa udara manusia akan langsung mati. 

Tapi terkadang manusia memang seperti itu, berlebihan.
Seperti aku saat ini, berlebihan.

Berlebihan membutuhkan hal itu di setiap detik dalam hidupku. Berlebihan memberikan hal itu dalam setiap detik dalam hidupku.

Aku tahu kalau Tuhan tidak menyukai sesuatu yang berlebihan, oleh karena itu, aku kendalikan diriku. 

Kutahan segala rasa. Kutahan sampai hampir membuatku pingsan.

Tulisanku sangat klise ya, absurd. Di usiaku sekarang, rasanya konyol kalau masih menulis tentang hal itu. 

Tapi duniaku memang silly, dan sepertinya tidak ada seorangpun yang akan paham dengan kekonyolan ini selain diriku, dia dan Tuhan tentunya.

Apa kehidupan “cinta”mu juga konyol? 



No comments:

Post a Comment