Wednesday, 7 December 2011

Hape



Hape. Siapa yang tidak punya hape di jaman sekarang? Anak ingusan saja sudah punya hape. Alasannya adalah untuk komunikasi dengan orang tua, seperti saat minta dijemput pulang sekolah. Adikku yang kelas VI SD saja sudah pegang hape sendiri. Dulu mungkin waktu aku kelas VI SD paling pegang karet gelang untuk ‘tambiran’, atau kartu ‘bedoan’ untuk main bedoan (bahasa apa itu???). Nanti saja aku bahas mengenai tambiran dan bedoan di segmen yang lain. Haha...



Kembali ke masalah hape, seorang temanku berkata, kalau tidak memegang hape seperti orang jalan tanpa kaki (emang bisa ya?). Hm... Bisa diterima sih, tapi yang aku rasakan sekarang, tanpa hape pun aku bisa berjalan dengan kaki (ya ealah...) hehe... Maksudku sekarang aku tak begitu tergantung dengan hape, karena aku tak lagi jadi pecandu sosial network seperti facebook atau twitter. Dulu memang aku sangat ketagihan dengan facebook, setiap ada kesempatan sesingkat apapun aku selalu membuka facebook. Dan ternyata, aku bisa hidup juga tanpa facebook. Jadi apa masalah dari orang-orang yang menganggap mereka tidak bisa hidup tanpa hape? Toh, kalau kita tidak ada hape, kita bisa minta sms sama teman atau meminjam hape teman untuk menelepon termasuk memakai pulsanya. Loh? Hahaha...

Hape untuk sebagian orang mungkin memang sangat penting, seperti para pengusaha yang super sibuk, para pemimpin yang sibuk ngurusin ini dan itu, atau artis yang harus standby barangkali ada job dan dia melewatkannya. Tapi untuk orang biasa seperti aku, hape hanya ‘sangat’ diperlukan untuk waktu-waktu tertentu dan itu tidak setiap saat. Apalagi untuk anak-anak sekolahan, hape hanya dijadikan ajang pamer dan narsis. Suatu manfaat yang terasa dangkal. Paling hanya sesekali digunakan untuk menanyakan tugas sekolah. Taruhan deh, anak-anak sekolah kebanyakan pasti memanfaatkan fasilitas hape hanya untuk sosial network (fb atau twitter). Padahal masih banyak hal yang bisa kita lakukan untuk mengisi waktu selain harus facebookan atau twitteran. Tapi, anak jaman sekarang gitu loh... Gak punya facebook? Ke laut aja deh!

Seiring dengan hal itu, masyarakat kita yang dari sononya sudah punya bakat konsumerisme akan lebih tinggi lagi tingkat konsumerisme nya saat harus selalu membeli pulsa. Kalau aku sendiri, pulsa nominal 10.000 mungkin bisa dipakai sampai 10 hari lebih. Bagaimana dengan kalian? Kita juga akan sangat bangga punya Blackberry padahal hal itu menunjukkan bahwa bangsa kita mudah dijajah. Dijajah oleh bangsa luar dengan memanfaatkan sifat rakus kita akan barang-barang luar negeri. Sampai Indonesia di cap sebagai Blackberry Nation, bangga nggak sih dibilang begitu? Aku sih sama sekali tidak! Gak tahu ya, apa karena aku belum mampu beli BB atau memang aku anti BB? Aku merasa belum butuh BB, kebanyakan BB hanya dipakai untuk sosial network, dan hal itu membuatku merasa BB menjadi sia-sia.

Apalah itu, bijaksana dalam memanfaatkan teknologi adalah hal yang terpenting. Kepintaran kita untuk memilah-milah antara barang yang benar-benar kita butuhkan dan mana yang sekiranya hanya akan membuat bakat konsumerisme kita semakin meningkat juga penting. Jangan sampai kita bangga menjadi bangsa dengan tingkat konsumsi yang tertinggi di dunia.

I love Indonesia!


2 comments:

  1. setuju lah Bu, :D. Harus tau membedakan kebutuhan dengan keinginan. Tapi coba sampaikan itu kepada para ababil yang sudah terlanjur termakan propaganda, susahnya minta ampun!

    ReplyDelete